AKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Kabul Supriyadhie menyatakan akan mengirim surat teguran kepada Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan kandidat cagub dan wacagub itu. Surat teguran ini terkait laporan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Foke-Nara saat mengikuti Lebaran Bamus Betawi di Jakarta Utara, Senin (10/9/2012).Koordinator Tim Advokasi Jakarta Baru, Habiburokhman yang melaporkan kasus ini kepada Komnas HAM mengadukan pernyataan Nachrowi Ramli yang meminta orang Betawi keluar dari Betawi jika tidak memilih orang Betawi serta ancaman penarikan e-KTP oleh Fauzi Bowo.
"Pernyataan Nachrowi yang kami persoalkan adalah 'pada tanggal 20 September, silakan keluar dari Betawi jika tak pilih orang Betawi'. Adapun Foke menyatakan 'saya pikir semua orang Betawi kompaklah kali ini, tetapi kalau masih ada juga yang nekat, ya, enggak pape, lu kasih tau aja ama saya, entar saya cabut e-KTP-nya'," papar Habiburokhman, menirukan ucapan Nara dan Foke.
Menanggapi dugaan pelanggaran HAM ini, Komnas HAM akan melayangkan surat teguran kepada Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli. "Kami akan memberikan surat teguran kepada Foke-Nara dan barang tentu disampaikan pada Panwaslu. Kami akan menyelidiki masalah ini lebih pada masalah hak asasi manusiannya. Warga tidak boleh diintimidasi dengan statement seperti itu," kata Kabul, Kamis (13/9/2012).
Kabul mengatakan, sebagai negara dengan sistem demokrasi, hak untuk memilih dan memiliki keyakinan politik, telah diatur dalam Pasal 23 Ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. "Tentunya statement seperti yang dilaporkan ini melanggar HAM. Orang yang bisa memimpin Jakarta adalah orang yang memiliki kapasitas tertentu sebagai pemimpin, bukan karena etnisnya. Kalau dia dari etnis tertentu tetapi koruptor gimana?" kata Kabul.
Dia pun mengimbau agar proses menuju pilkada putaran kedua DKI Jakarta jangan sampai mencederai hak asasi manusia, misalnya dengan melakukan intimidasi untuk memilih pasangan calon gubernur tertentu.
"Intinya, biarkan warga memilih seorang pemimpin yang menurutnya mampu memimpin di Jakarta. Nggak ada paksa-paksaan, apalagi pencabutan KTP. Memangnya Jakarta punya warga Betawi, apalagi ini Ibu Kota," ujar Kabul.
0 komentar:
Posting Komentar