KAMASUTRA JAWA (SERAT CENTHINI)

<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"> <table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px; text-align: left;"><tbody> <tr><td style="text-align: center;"><img align="left" alt="image" class="detail_img" hspace="5" src="http://suaramerdeka.com/foto_kejawen/63d31e527dd1a22fe5dc8a4006f96a94.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" /></td></tr> <tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div class="detail_Judul_24"> Urusan Seks yang Blak-blakan dalam Serat Centhini</div> </td></tr> </tbody></table> <div class="detail_wadah_img" style="text-align: justify;"> </div> <div style="text-align: justify;"> <b>Wanita Jawa</b>,<b> </b>selalu digambarkan malu-malu, pendiam, sopan, sangat berbakti pada suami, dan tabu ketika membicarakan masalah kehidupan seksualnya. Namun tidak demikian halnya kalau kita membuka Serat Centhini, yang merupakan Kamasutra Jawa, yang mengupas masalah itu dengan lebih blak-blakan. <i>Cetho melo-melo,</i> yaitu jelas sejelas-jelasnya.</div> <div style="text-align: justify;">  Memang, kalau kita bicara soal seks dan seksualitas, mungkin lebih mengenal Kamasutra dari India daripada Serat Centhini, karya sástra Jawa kuno, yang dirilis di awal abad ke-19. Padahal  versi lokal ini dipercaya jauh lebih lengkap dan “menantang”. Tak ada yang bisa memungkiri, urusan seks dari abad ke abad selalu saja menarik untuk dibicarakan. Entah dengan bisik-bisik di antara kaum lelaki di warung kopi, atau di antara kaum perempuan di sela-sela arisan. Adakalanya dibicarakan secara terbuka tapi terbatas, seperti di ruang seminar atau kesempatan formal lainnya.</div> <div style="text-align: justify;">  Seks dan seksualitas, dalam pengertian sempit maupun luas, merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Ia bagian dari naluri instingtif yang paling dasar.Tak heran kalau banyak upaya dilakukan untuk mempelajari, menganalisis, menyusun panduan, atau mengungkapkannya lewat karya sastra maupun karya tulis lainnya sejak dahulu kala.</div> <div style="text-align: justify;">  Serat Centhini atau Suluk Tembangraras, digubah pada sekitar 1815 oleh tiga orang pujangga istana Keraton Surakarta, yaitu Yasadipura 11, Ranggasutrasna, dan R. Ng. Sastradipura (Haji Ahmad Ilhar) atas perintah K.G.P.A.A. Amengkunegara II atau Sinuhun Paku Buwana V.Serat Centhini yang terdiri atas 722 tembang (lagu Jawa) itu antara lain memang bicara soal seks dan seksualitas. Justru karena itulah serat ini menjadi terkenal, bahkan di kalangan para pakar dunia.</div> <div style="text-align: justify;">  Meski kebudayaan Jawa di masa kejayaan keraton bersifat represif-feodalistik, demikian tulis Otto Sukatno CR dalam Seks Para Pangeran: Tradisi dan Ritualisasi Hedonisme Jawa (Bentang, 2002), namun dalam bidang seksual ternyata sangat jauh dari apa yang kita bayangkan. Masalah seksualitas muncul dalam ekspresi seni, terutama sastra dan tari.</div> <div style="text-align: justify;">  Dalam Serat Centhini, misalnya, masalah seksual ternyata menjadi tema sentral yang diungkap secara verbal dan terbuka, tanpa tedeng aling-aling. Bahkan, masalah seksual dalam serat itu diungkapkan dalam berbagai versi dan kasus.</div> <div style="text-align: justify;">  Bahkan seks juga dibicarakan dalam kaitannya dengan penikmatan hidup atau pelampiasan hasrat hedonisme yaitu sebuah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kenikmatan adalah kebaikan tertinggi, atau satu-satunya kebaikan dalam kehidupan.</div> <div style="text-align: justify;">  Dalam Centhini II (Pupuh Asmaradana) diuraikan dengan gamblang soal “ulah asmara” yang berhubungan dengan lokasi genital yang sensitif dalam kaitannya dengan permainan seks. Misalnya, cara membuka atau mempercepat orgasme bagi perempuan, serta mencegah agar lelaki tidak cepat ejakulasi. Lalu dalam Centhini IV (Pupuh Balabak) diuraikan secara blak-blakan bagaimana pratingkahing cumbana yaitu gaya persetubuhan, serta sifat-sifat perempuan dan bagaimana cara membangkitkan nafsu asmaranya.</div> <div style="text-align: justify;"> Terungkap juga ternyata perempuan tidak selamanya bersikap lugu, pasif dalam masalah seks sebagaimana stereotipe pandangan Jawa yang selama ini kita terima. Mereka juga memiliki kebebasan yang sama dalam mengungkapkan pengalaman seksualnya. Padahal selama ini penggambaran wanita Jawa selalu bersifat pasrah, dan nrima kepada lelaki. Bahkan pemalu dan tertutup.</div> <div style="text-align: justify;">  Hal itu tampak dalam Centhini V (Dhandhanggula). Di ruang belakang di rumah pengantin perempuan pada malam menjelang hari H perkawinan antara Syekh Amongraga dan Nike Tembangraras, para perempuan tua-muda sedang duduk-duduk sambil ngobrol. Ada yang membicarakan pengalamannya dinikahi lelaki berkali-kali, pengalaman malam pertama, serta masalah-masalah seksual lainnya yang membuat mereka tertawa cekikikan.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> </div>

KAMASUTRA JAWA (SERAT CENTHINI)

Urusan Seks yang Blak-blakan dalam Serat Centhini Wanita Jawa , selalu digambarkan malu-malu, pendiam, sopan, sangat berbakti pa...

Baca selengkapnya »

Kasunanan Surakarta Hadiningrat | Kerajaan Nusantara

<div style="text-align: center;"><img alt="" class="imgmain" src="http://www.kerajaannusantara.com/media/gallery/e201f0781f8c40b1eef7d166a5319dfe.jpg" /><br /> </div><div class="imgdesc"></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Sejarah Kasunanan Surakarta Hadiningrat </span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Berdirinya Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan dampak dari konflik berkepanjangan yang terjadi di Kesultanan Mataram Islam yang berdiri sejak abad ke-16 Masehi. Pemerintahan awal Kesultanan Mataram Islam berada di Mentaok, kemudian Kotagede (Yogyakarta). Pada masa Amangkurat I (1645-1677), tepatnya tahun 1647, pusat pemerintahan dipindahkan ke Plered (sekarang di Kabupaten Bantul). Kemudian, Amangkurat II (1680-1702), mendirikan kerajaan baru di timur Yogyakarta, yaitu di hutan Wonokarto yang berganti nama menjadi Kartasura (kini di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah). Pembangunan keraton baru ini dilakukan karena istana Plered dikuasai pemberontak dan dianggap sudah tidak layak lagi digunakan sebagai pusat pemerintahan. Keraton baru di Kartasura yang mulai dibangun pada 1679 kemudian dikenal sebagai Kasunanan Kartasura Hadiningrat. Berturut-turut, penerus tahta Amangkurat II di Kasunanan Kartasura Hadiningrat adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwono I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), sampai dengan Pakubuwono II (1726-1749). </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br /></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b><i><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">a. Perpecahan Wangsa Mataram </span></i></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Di era pemerintahan Pakubuwono II, yakni pada kurun 1741-1742, terjadi upaya perlawanan yang dikenal sebagai “Geger Pecinan” yang menyebabkan hancurnya istana Kasunanan Kartasura Hadiningrat. Oleh sebab itu, pada 1744, Pakubuwono II membangun pusat pemerintahan baru di Desa Sala (Solo), dekat Sungai Bengawan Solo. Daerah ini kemudian dikenal juga dengan nama Surakarta. Dibangunnya istana di Surakarta menandai berdirinya Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pemerintahan Pakubuwono II sebagai penguasa pertama Kasunanan Surakarta Hadiningrat masih diwarnai polemik internal antara sesama trah Mataram. Saudara tiri Pakubuwono II, yakni Pangeran Mangkubumi, menuntut tahta Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Akan tetapi, Pakubuwono II justru menunjuk putranya, yakni Raden Mas Suryadi, sebagai putra mahkota. Pangeran Mangkubumi tidak menerima keputusan itu sehingga pada tahun 1746 ia meninggalkan istana dan mendirikan pemerintahan tandingan di Yogyakarta. </span><br /><br /> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Pangeran Mangkubumi bergabung dengan Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyowo, seorang Pangeran Mataram yang lahir di istana Kartasura dan telah melancarkan perlawanan terhadap Pakubuwono II sejak peristiwa “Geger Pecinan”. Dengan bergabungnya Raden Mas Said beserta pengikutnya, kubu Pangeran Mangkubumi semakin bertambah kuat. Pada 12 Desember 1749, Pangeran Mangkubumi, dengan mendapat dukungan penuh dari Raden Mas Said, mengangkat dirinya sebagai raja/sultan di kerajaan tandingan di Yogyakarta itu. Raden Mas Said sendiri diangkat sebagai patih (perdana menteri) sekaligus panglima perang dan menyandang gelar Pangeran Adipati Mangkunegoro Senopati Panoto Baris Lelono Adikareng Noto. Pangeran Mangkubumi juga menikahkan Raden Mas Said dengan anak perempuannya yang bernama Raden Ayu Inten. </span><br /><br /> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Pada penghujung tahun 1749 itu, Pakubuwono II sakit keras sehingga kedaulatan Kasunanan Surakarta Hadiningrat diserahkan kepada Belanda, yakni VOC (<i>Vereenigde Oostindische Compagnie</i>). Sejak itulah penobatan raja-raja keturunan Mataram harus seizin Belanda. Pada 15 Desember 1749, VOC yang diwakili oleh Baron von Hohendorff melantik putra mahkota, Raden Mas Suryadi, sebagai penerus tahta Kasunanan Surakarta Hadiningrat dengan gelar Sri Susuhunan Pakubuwono III (1749-1788). Tanggal 20 Desember 1749, Pakubuwono II wafat karena penyakitnya yang semakin parah. </span><br /><br /> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Sementara itu, Belanda mulai cemas karena wilayah Pangeran Mangkubumi semakin luas. Belanda kemudian menggagas Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Secara garis besar, isi perjanjian ini adalah membagi wilayah Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat di bawah pimpinan Sri Susuhunan Pakubuwono III dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792). Namun, akhirnya Hamengkubuwono I dan Raden Mas Said justru berselisih paham sehingga Raden Mas Said melakukan perlawanan kepada mertuanya itu, selain tetap melawan Pakubuwono III di Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Lagi-lagi VOC ikut campur atas masalah ini karena cemas dengan sepak terjang Raden Mas Said. <span class="apple-style-span"><span style="color: black;">Nicholas Hartingh,</span></span><span class="apple-converted-space"><span style="color: black;"> penguasa VOC di Semarang, mendesak agar Pakubuwono III segera mengupayakan jalan perdamaian</span></span>. Maka digagaslah Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757 di Wonogiri, Jawa Tengah. Perjanjian Salatiga semakin mengurangi wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Raden Mas Said mendapat daerah kekuasaan di sebagian wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Wilayah ini disebut Praja (Kadipaten) Mangkunegaran dan Raden Mas Said dinobatkan sebagai penguasanya dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I atau Adipati Mangkunegara I (1757-1795)</span><br /><br /> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Perpecahan wangsa Mataram masih berlanjut, kali ini terjadi di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada tahun 1813, Pangeran Natakusuma, putra Hamengkubuwono I atau paman dari Raja Yogyakarta yang sedang berkuasa saat itu, Sri Sultan Hamengkubuwono III (1810-1811 dan 1812-1814), menuntut pembagian wilayah. Pemerintahan kolonial Inggris di bawah pimpinan Gubernur Thomas Stamford Raffles yang berkuasa di Hindia Belanda menggantikan pendudukan Belanda mengabulkan keinginan tersebut. Pada 17 Maret 1813, Praja (Kadipaten) Pakualaman berdiri di bawah pimpinan Pangeran Natakusuma dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I (1813-1829). Istana atau Pura Pakualaman dibangun tidak jauh dari istana Kasultanan Ngayogyakarta  Hadiningrat. Adapun wilayah kekuasaan dari Kadipaten Pakualaman mencakup sebuah <i>kemantren</i> di Yogyakarta (sekarang Kecamatan Pakualaman, Kota Yogyakarta) dan Karang Kemuning atau Adikarto (terletak di bagian selatan Kabupaten Kulonprogo, DIY). </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br /></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b><i><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">b. Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada Masa Kolonial</span></i></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Berbeda dengan Pakubuwono III yang agak patuh kepada VOC, penerus tahta Kasunanan Surakarta Hadiningrat berikutnya, yakni Sri Susuhunan Pakubuwono IV (1788-1820) adalah sosok raja yang membenci penjajah dan penuh cita-cita serta keberanian. Pada November 1790, terjadi Peristiwa Pakepung, yakni insiden pengepungan istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat oleh persekutuan VOC, Hamengkubuwono I, dan Mangkunegara I. Pengepungan ini terjadi karena Pakubuwono IV yang berpaham <i>kejawen</i> menyingkirkan para pejabat istana yang tidak sepaham dengannya. Para pejabat istana yang disingkirkan kemudian meminta VOC untuk menghadapi Pakubuwono IV. VOC yang memang khawatir atas aktivitas <i>kejawen</i> Pakubuwono IV akhirnya bersekutu dengan Hamengkubuwono I dan Mangkunegara I untuk mengepung istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Di dalam istana, para pejabat yang sebenarnya tidak sependapat dengan Pakubuwono IV juga ikut menekan dengan tujuan agar para penasehat rohani kerajaan yang beraliran <i>kejawen</i> bisa disingkirkan. Pada 26 November 1790, Pakubuwono IV akhirnya takluk dan menyerahkan para penasehatnya untuk diasingkan oleh VOC.</span><br /><br /> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Pada era pemerintahan Pakubuwono IV terjadi perundingan yang digagas VOC. Pakubuwono IV, Hamengkubuwono I, dan Mangkunegara I bersama-sama menandatangani perjanjian yang isinya menerangkan bahwa Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, serta Kadipaten Mangkunegaran memiliki kedudukan dan kedaulatan yang setara sehingga tidak boleh saling menyerang. Akan tetapi, Pakubuwono IV rupanya masih berambisi untuk menyatukan wilayah Yogyakarta ke dalam naungan Surakarta Hadiningrat. Ketika Hindia Belanda diduduki Inggris, Pakubuwono IV saling berkirim surat dengan Raja Yogyakarta saat itu, yakni Hamengkubuwono II, dan menyarankan agar Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat menentang Inggris. Pakubuwono IV sebenarnya berharap, Yogyakarta akan hancur jika melawan Inggris. Ternyata, Inggris terlebih dulu bertindak dengan menyerang Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan dibantu oleh Mangkunegara II. Akibatnya, pada Juni 1812, Hamengkubuwono II ditangkap dan dibuang ke Penang, Malaysia. Namun Inggris mengetahui adanya surat-menyurat antara Pakubuwono IV dengan Hamengkubuwono II. Inggris memang tidak sampai menurunkan Pakubuwono IV dari tahtanya, namun pihak penjajah berhasil merebut sejumlah wilayah yang dimiliki Kasunanan Surakarta Hadiningrat.</span><br /><br /> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Pakubuwono IV belum menyerah untuk menaklukkan Yogyakarta. Tahun 1814, Pakubuwono IV bekerjasama dengan tentara Sepoy, para serdadu bayaran dari India yang dibawa Inggris, untuk melawan Inggris sekaligus berusaha menduduki Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang saat itu di bawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono III (1810-1811 dan 1812 -1814). Namun, persekutuan ini gagal dan pada tahun 1815, sebanyak 70 tentara Sepoy yang terlibat ditangkap dan dihukum mati oleh Inggris, sedangkan sisanya dipulangkan ke India. Selain itu, seorang pangeran dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat juga ditangkap oleh Inggris karena didakwa telah menghasut Pakubuwono IV. Sang Raja Surakarta sendiri lolos dari hukuman karena pemerintahan di Hinda Belanda dikembalikan kepada Belanda sejak tahun 1816. Selain piawai dalam bidang politik dan pemerintahan, Pakubuwono IV juga dikenal sebagai sastrawan yang cukup cakap. Salah satu karyanya yang terkenal adalah <i>Serat Wulangreh</i> yang berisi tentang ajaran-ajaran luhur untuk memperbaiki moral bangsawan Jawa. Pujangga besar Surakarta, Ranggawarsita, semasa mudanya pernah belajar ilmu sastra dan kesaktian dari Pakubuwono IV. </span><br /><br /> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Pakubuwono IV mangkat pada 2 Oktober 1820 dan digantikan oleh putra mahkota, yakni Raden Mas Sugandi. Putra Pakubuwono IV dari permaisuri Raden Ayu Handoyo, anak perempuan Adipati Cakraningrat (Bupati Pamekasan), ini dinobatkan pada 10 Februari 1820 dan bergelar Sri Susuhunan Pakubuwono V (1820-1823). Beliau dikenal sebagai sosok raja yang memiliki jiwa seni tinggi. Salah satu karya sastra ciptaan Pakubuwono V yang fenomenal adalah <i>Serat Centhini</i> atau <i>Suluk Tambangraras</i> yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi. Penulisan <i>serat </i>ini sudah dilakukan sebelum naik tahta menjadi Raja Surakarta, tepatnya sejak tahun 1814. Beberapa karya seni Pakubuwono V yang lain di antaranya adalah <i>dhuwung</i> atau keris pusaka Kyai Kaget, perahu Kyai Rajamala, tarian <i>Beksan Serimpi </i>dan <i>Beksan Penthul</i>, <i>Gendhing Ludiramadu</i> dan <i>Gendhing Loro-loro</i>, dan lain sebagainya. Namun, usia pemerintahan Pakubuwono V berlangsung hanya selama 3 tahun saja. Pakubuwono V wafat pada tanggal 5 September 1823. </span><br /><br /> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Sepuluh hari setelah kematian Pakubuwono IV, sang putra mahkota, Raden Mas Sapardan, naik tahta dengan gelar Sri Susuhunan Pakubuwono VI (1823-1830). Beliau adalah putra Pakubuwono V dari istri Raden Ayu Sosrokusumo, keturunan Ki Juru Martani atau Kyai Adipati Mandaraka yang pernah menjabat sebagai patih di masa Kesultanan Mataram Islam, dan masih ada darah dari Majapahit. Pakubuwono VI yang dinobatkan pada 15 September 1823, sangat mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro yang melawan penjajah Belanda dengan pecahnya Perang Jawa (1825-1830). Namun, Pakubuwono VI tidak bisa terang-terangan dalam menyatakan dukungannya itu karena Kasunanan Surakarta Hadiningrat terikat kontrak politik dengan Belanda. Beberapa kali terjadi pertemuan rahasia antara Pakubuwono VI dan Pangeran Diponegoro. Terkadang Pakubuwono VI diam-diam berkunjung ke tempat persembunyian Pangeran Diponegoro, dan sebaliknya, Pangeran Diponegoro pun pernah menyusup ke dalam Keraton Surakarta. Dalam hal ini, Pakubuwono VI berperan sebagai agen ganda. Beliau berpura-pura membantu Belanda dengan mengirimkan pasukan kerajaan, namun di balik itu sebenarnya Pakubuwono VI memberikan bantuan kepada laskar Pangeran Diponegoro yang berperang secara gerilya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br /></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b><i><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">c. Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Menjelang dan Setelah Kemerdekaan RI</span></i></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Setelah Pangeran Diponegoro dapat ditangkap, Belanda mulai curiga kepada Pakubuwono VI karena menolak menyerahkan beberapa wilayah di Surakarta. Sejumlah orang kepercayaan Pakubuwono VI lalu ditahan dan dipaksa membocorkan hubungan Pakubuwono VI dengan Pangeran Diponegoro. Meskipun tidak pernah ditemukan bukti, Belanda tetap mendakwa Pakubuwono VI bersalah dan pada 8 Juni 1830, Pakubuwono VI beserta keluarganya dibuang ke Ambon, padahal ketika itu permaisuri Pakubuwono VI sedang hamil. Menurut keterangan resmi pemerintah kolonial Hindia Belanda, kapal yang ditumpangi rombongan Pakubuwono VI mengalami kecelakaan dan mengakibatkan sang Raja tewas, sedangkan sang permasiuri selamat dan kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki bernama Raden Mas Duksino pada 22 Desember 1830. Ketika dipindahkan dari Ambon ke Imogiri pada 1957, di dahi tengkorak Pakubuwono VI ditemukan lubang yang ternyata cocok dengan ukuran peluru senjata api jenis <i>Baker Riffle</i>. Atas penemuan tersebut kemudian muncul dugaan bahwa wafatnya Pakubuwono VI bukan disebabkan kecelakaan, melainkan karena ditembak pada bagian dahi. Atas jasa dan pengorbanan beliau, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 294 Tahun 1964, tanggal 17 November 1964, Sri Susuhunan Pakubuwono VI ditetapkan sebagai pahlawan nasional.</span><br /><br /> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Pada tanggal 14 Juni 1830, Belanda mengangkat paman Pakubuwono VI untuk meneruskan tahta Surakarta dengan gelar Sri Susuhunan Pakubuwono VII (1830-1858). Bernama asli Raden Mas Malikis Solikin, Pakubuwono VII adalah putra Pakubuwono IV yang lahir dari permaisuri Raden Ayu Sukaptinah atau Ratu Kencanawungu. Pada masa ini, seni sastra mengalami zaman keemasan yang dipelopori oleh pujangga besar Ranggawarsita. Pakubuwono VII yang wafat pada 28 Juli 1858. tidak menunjuk putra mahkota sebagai penggatinnya. Kemudian, yang dinobatkan sebagai raja Surakarta berikutnya adalah kakak Pakubuwono VII (seayah namun lain ibu), yaitu Raden Mas Kusen dengan gelar Sri Susuhunan Pakubuwono VIII (1859-1861). Putra Pakubuwono IV dari istri selir Mas Ayu Rantansari ini dinobatkan menjadi raja pada usia 69 tahun, yaitu tanggal 17 Agustus 1858. Pemerintahan Pakubuwono VIII hanya berlangsung selama 3 tahun karena pada tanggal 28 Desember 1861, sang Raja mangkat.</span><br /><br /> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Penerus tahta Kasunanan Surakarta Hadiningrat selanjutnya adalah Raden Mas Duksino, putra Pakubuwono VI, yang masih berada di dalam kandungan saat ayahnya dibuang ke Ambon. Raden Mas Duksino dinobatkan pada tanggal 30 Desember 1861 dan menyandang gelar Sri Susuhunan Pakubuwono IX (1861-1893). Era pemerintahan Pakubuwono IX inilah yang oleh Ranggawarsita disebut sebagai zaman edan dalam karyanya yang bertajuk <i>Serat Kalatida</i>. Dalam <i>serat</i> itu, Ranggawarsita memuji Pakubuwono IX sebagai raja yang adil dan bijaksana, akan tetapi sang Raja dikelilingi oleh para penjilat yang mencari keuntungan sendiri. Selanjutnya, Pakubuwono IX digantikan oleh putra mahkota yang bernama Raden Mas Malikul Kusno yang lahir dari permaisuri Raden Ayu Kustiyah. Raden Mas Malikul Kusno menduduki singgasana istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat sejak tanggal 30 Maret 1893. Masa kepemimpinan raja bergelar Sri Susuhunan Pakubuwono X (1893-1939) ini penuh dengan kebesaran tradisi dan sekaligus babak baru Kasunanan Surakarta Hadiningrat dalam memasuki era modern menjelang abad ke-20. Selain itu, stabilitas politik di era pemerintahan Pakubuwono X pun tetap terjaga. Kendati Belanda masih sering melakukan tekanan, namun sang Raja masih mampu menjaga wibawa kerajaan, bahkan turut dalam pergerakan nasional dengan mendukung Sarekat Islam (SI) cabang Surakarta. </span><br /><br /> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: Verdana; font-size: 9pt; line-height: 150%;">Penerus Pakubuwono X adalah sang putra dari <i>Priyantun Dalem</i> (Garwo Selir)  Mandayaretna, bernama Raden Mas Antasena. Beliau dinobatkan dengan gelar Sri Susuhunan Pakubuwono XI (1939-1945) pada 26 April 1939. Pada tahun 1942, tentara pendudukan Jepang menggantikan Belanda di Indonesia. Namun, Pakubuwono X wafat justru beberapa saat sebelum Indonesia merdeka, dan digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Suryaguritna, lahir dari permaisuri Raden Ayu Kuspariyah. Raden Mas Suryaguritna naik tahta dengan gelar Sri Susuhunan Pakubuwono XII (1945-2004) pada 11 Juni 1945, dua bulan sebelum Indonesia merdeka. Meskipun beberapa kalangan menganggap Pakubuwono XII tidak mengambil peran penting pada masa-masa awal berdirinya negara Republik Indonesia, namun Raja Surakarta ini tetap dinilai sebagai sosok pelindung kebudayaan Jawa dan dihormati oleh banyak tokoh nasional. Pakubuwono XII, yang merupakan Raja Surakarta dengan masa pemerintahan paling lama, wafat pada tanggal 11 Juni 2004. </span></div>

Kasunanan Surakarta Hadiningrat | Kerajaan Nusantara

Sejarah Kasunanan Surakarta Hadiningrat Berdirinya Kasunanan Surakarta Hadiningrat merupakan dampak dari konflik berkepanjangan yan...

Baca selengkapnya »

Benteng Pendem: Dari Jauh Mirip Bukit, Ternyata Area ini Benteng Tersembunyi di Cilacap

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7nAq_OQL2K_F-qJ0Xp5l_LF7sgUGz8gpyiV34w85JWfm_r5_2DFR0eqjVGi8w8qVugOOSkTj9Gk80Jn-gTUI6lzWNOgvWi9yY4Iab10unTUWpytvbkwyrvTpSVXKT6AjBU-H4SehAL6mO/s1600/121834_landasanmeriam.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7nAq_OQL2K_F-qJ0Xp5l_LF7sgUGz8gpyiV34w85JWfm_r5_2DFR0eqjVGi8w8qVugOOSkTj9Gk80Jn-gTUI6lzWNOgvWi9yY4Iab10unTUWpytvbkwyrvTpSVXKT6AjBU-H4SehAL6mO/s1600/121834_landasanmeriam.jpg" width="320" /></a></div><strong>Cilacap</strong> - Kusbatterij Op De Land Tong Te Tjilatjap atau<br /> yang lebih dikenal dengan Benteng Pendem menjadi salah obyek wisata <br /> menarik di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Benteng yang masih banyak <br /> menyimpan misteri ini konon terhubung langsung dengan pulau <br /> Nusakambangan.<br /><br />Terletak di ujung tenggara Kabupaten Cilacap <br /> tepatnya di pantai Teluk Penyu, benteng tersebut dibangun pemerintahan <br /> Hindia Belanda pada tahun 1861 sampai 1879. Benteng ini dibangun di <br /> bawah gundukan tanah yang di atasnya ditumbuhi pepohonan perdu sehingga <br /> menjadi pertahanan tersembunyi karena jika dari kejauhan hanya nampak <br /> seperti bukit. Oleh karena itu warga sekitar menyebutnya Benteng Pendem <br /> (terpendam).<br /><br />Tiruan dari benteng Rhijnauwen di Belanda itu <br /> memiliki luas 10,5 Ha. Namun di bagian utara yaitu seluas 4 Ha masih <br /> menjadi misteri dan belum tergali karena tanahnya dimanfaatkan untuk <br /> kawasan tangki penampungan minyak Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap <br /> di Area 70.<br /><br />Dalam sejarahnya, Belanda menggunakan benteng <br /> tersebut untuk pertahanan yang terlindungi oleh pulau Nusakambangan. <br /> Benteng itu dibangun di lokasi strategis perdagangan di pulau Jawa <br /> bagian selatan. Para pejuang Indonesia atau semua yang dianggap musuh <br /> oleh Belanda kala itu dibawa di sana untuk diinterogasi dan disiksa lalu<br /> dipenjara.<br /><br />Pada tahun 1942 hingga 1945, tentara Dai Nippon <br /> memanfaatkannya selama Jepang menduduki Indonesia. Setelah Jepang angkat<br /> kaki, tentara Belanda kembali mengambil alih benteng hingga 1950. <br /> Benteng tersebut sempat tak terurus hingga akhirnya dijadikan markas TNI<br /> Pasukan Banteng Loreng dan tempat latihan Resimen Para Komando Angkatan<br /> Darat pada tahun 1952 hingga 1965.<br /><br />Selama 21 tahun, Benteng <br /> Pendem telantar hingga akhirnya tahun 1986 dibangun dermaga kapal dan <br /> kawasan tangki Pertamina seluas 4 Ha. Kemudian November 1986, seorang <br /> pengusaha bernama Ady Wardoyo melakukan penggalian dan menata lingkungan<br /> Benteng Pendem hingga akhirnya dibuka sebagai tempat wisata tanggal 28 <br /> April 1987. Dari bangunan yang sudah ditemukan, semua konstruksinya <br /> menggunakan batu bata merah dan konstruksi beton bertulang.<br /><br />Saat <br /> berwisata ke Benteng Pendem, pengunjung akan masuk lewat gerbang yang <br /> sebenarnya adalah bagian belakang benteng, karena bagian depannya <br /> berbatasan langsung dengan kawasan tangki Pertamina. Di luar bangunan <br /> benteng yang berbentuk segi lima itu, terdapat parit yang dulunya <br /> mengelilingi benteng dan memiliki kedalaman 2 meter hingga 3 meter. <br /> Namun kini parit itu sudah mengalami pendangkalan dan sebagian sudah <br /> digali.<br /><br /> <br /><br /> <h1 class="l_blue2_detik">Dari Jauh Mirip Bukit, Ternyata Area ini Benteng Tersembunyi di Cilacap  </h1><br /><br /> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigHtgdfijz-wDhhykMK7KpT9NGnf1sgrNd0J5cFS4ZSwLZi4og7m-FEC4A39e1EydAQZxEgZGHXygNppn1lyjPGz6UpejY5_ca0fqqP0tFU5JkTs20sDfn5R0BqXJKBM-TEh8n9fXANbun/s1600/121903_ngunmenyerupaibenteng.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigHtgdfijz-wDhhykMK7KpT9NGnf1sgrNd0J5cFS4ZSwLZi4og7m-FEC4A39e1EydAQZxEgZGHXygNppn1lyjPGz6UpejY5_ca0fqqP0tFU5JkTs20sDfn5R0BqXJKBM-TEh8n9fXANbun/s1600/121903_ngunmenyerupaibenteng.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div>Di dalam lingkungan benteng, bangunan pertama yang ditemui adalah 14 <br /> kamar barak seluas 9,04 meter x 5,02 meter dan dua sumur di depannya. <br /> Lalu berlanjut ke sisi barat terdapat dua ruang klinik berukuran 8,7 <br /> meter x 3,7 meter dan 5,2 meter x 3,7 meter. Klinik ini merupakan tempat<br /> paling akhir dibangun yaitu tahun 1879.<br /><br />Ruangan lain yang <br /> rata-rata berbentuk sama adalah ruang penyimpanan senjata, ruang gudang <br /> amunisi, ruang akomodasi, dan ruang dapur. Bersebelahan dengan ruang <br /> senjata, ada penjara yang terdiri dari tiga ruangan yaitu dua ruang <br /> interogasi yang menghimpit ruang penjara masing-masing berukuran 4 meter<br /> x 3,4 meter x 2,2 meter. Di ruang interogasi tersebut masih tersisa <br /> besi di dinding tempat pejuang Indonesia dipasung dan dicecar <br /> pertanyaan.<br /><br />Di tepi parit yang mengelilingi benteng terdapat <br /> empat benteng pertahanan jarak dekat yang terletak di bagian barat sisi <br /> utara dan tepi utara dengan 24 ruang perlindungan dan 37 lubang untuk <br /> menembak. Kemudian di bagian barat sisi selatan dan tepi selatan <br /> terdapat 22 ruang perlindungan dan 41 lubang untuk menembak.<br /><br />Sementara<br /> itu ada juga 11 landasan meriam dengan diameter 6,1 meter di atas <br /> bangunan benteng sebelah timur dan selatan yang tertutup tanah. Di <br /> landasan meriam tersebut terdapat pintu yang untuk masuk ke tangga yang <br /> menghubung ke gudang senjata di bawahnya.<br /><br />Tempat yang masih <br /> menjadi misteri adalah terowongan yang terletak di bagian selatan. <br /> Panjang terowongan yang berhasil digali mencapai 113,94 meter dengan <br /> lebar 3,1 meter dan panjang 2,4 meter sampai 4,9 meter. Konon terowongan<br /> tersebut terhubung langsung dengan pulau Nusakambangan tepatnya di <br /> pantai Pasir Putih.<br /><br />Benteng tersebut masih cukup diminati <br /> wisatawan baik lokal maupun asing. Menurut salah satu pemandu wisata, <br /> Totok (40), wisatawan asing rata-rata dari Belanda yang ingin <br /> membuktikan peninggalan sejarah itu.<br /><br />"Biasanya mereka ingin membuktikan kalau benteng ini benar-benar masih ada," kata Totok kepada detikcom.<br /><br />Lingkungan<br /> benteng pun sudah dilengkapi permainan anak-anak seperti ayunan, <br /> perosotan, dan patung-patung dinosaurus. Namun Totok menyayangkan pihak <br /> tidak bertanggung yang mencoret-coret tembok.<br /><br />"Kadang itu orang <br /> pacaran seenaknya memberi 'kenang-kenangan' berupa coretan di tembok. <br /> Kami kesulitan mengawasi karena kurang jumlah karyawan," tandasnya.<br /><br />Lokasi<br /> Benteng Pendem, terletak di dekat pantai dengan berbagai macam sajian <br /> kuliner pedagang di sana. Jadi jika pengunjung sudah puas dan lelah <br /> mengelilingi benteng, bisa langsung menyantap hidangan laut ditemani <br /> dengan minuman kelapa muda yang segar sambil menikmati angin laut.<br /><br /> <div style="text-align: center;"><span id="idmultifoto_big"></span>  </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihiyurj_vcYeUmU35Aned41PFm4JytQWeGQj43TkrctEBNwz2edGAsv7-Yv1SdIft7nOIzc6bpwCdShYkzc3PrLTBtKkARKa2ugG6kd17M6N1Sa92s8brrWd-I0T7RvZWqOsaSoQ1sqSUH/s1600/121934_ruangbarak.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihiyurj_vcYeUmU35Aned41PFm4JytQWeGQj43TkrctEBNwz2edGAsv7-Yv1SdIft7nOIzc6bpwCdShYkzc3PrLTBtKkARKa2ugG6kd17M6N1Sa92s8brrWd-I0T7RvZWqOsaSoQ1sqSUH/s1600/121934_ruangbarak.jpg" width="320" /></a></div><br /><br /> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNTXiirtaVUADr1W0pZiJzuqgqqaBlMv6LGLrGu05ii2AjY_yd1vGcPAF_mSHAUzdig0khY2DrGyNkOJ2tW-qJFtN2_7Sk2YReSw-Wmdl77yqNqcYDyz1AkgHQFjHtiTbCYJiJz7EGIVlD/s1600/122001_ruangklinik.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNTXiirtaVUADr1W0pZiJzuqgqqaBlMv6LGLrGu05ii2AjY_yd1vGcPAF_mSHAUzdig0khY2DrGyNkOJ2tW-qJFtN2_7Sk2YReSw-Wmdl77yqNqcYDyz1AkgHQFjHtiTbCYJiJz7EGIVlD/s1600/122001_ruangklinik.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: center;"><br /></div><br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br />

Benteng Pendem: Dari Jauh Mirip Bukit, Ternyata Area ini Benteng Tersembunyi di Cilacap

Cilacap - Kusbatterij Op De Land Tong Te Tjilatjap atau yang lebih dikenal dengan Benteng Pendem menjadi salah obyek wisata menarik di K...

Baca selengkapnya »

MENGUNGKAP DANA HERITAGE FOUNDATION

<b>DIMANA POSISI INDONESIA?<span style="color: blue;"> </span></b><br /><br /> <b><span style="color: blue;">BENARKAH HARTA AMANAH BANGSA INDONESIA JUGA ADA DI HERITAGE FOUNDATION? </span></b><br /><br /> <b><span style="color: blue;"> </span></b><i> </i><br /><br /> <i>* Sebuah investigasi jurnalistik selama 10 tahun oleh Safari ANS</i>.<br /><br /> Memburuknya<br /> kondisi ekonomi Amerika Serikat yang membawa imbas kepada ekonomi <br /> dunia, menjadikan suatu keniscayaan bagi otoritas lembaga keuangan dunia<br /> untuk mendesak mencairkan dana HERITAGE FOUNDATION yang tersimpan di <br /> Federal Reserve (The FED) Bank, bank sentral negeri Paman Sam itu. IMF, <br /> World Bank dan otoritas lainnya membutuhkan dana besar untuk <br /> menyelematkan dunia. Dana talangan pemerintah Obama sebesar USD 1,3 <br /> trilyun, dianggap tidak akan mampu mendongkrak kondisi buruk ekonomi <br /> yang menurut George Soros dan mantan Gubernur FED Alan Greenspan akan <br /> berjalan hingga 2011. Ketakutan itu kemudian mendesak parlemen Eropa dan<br /> AS untuk meminta pemimpin spiritual Vatikan untuk menyetujuinya. <br /> Mungkin saat artikel ini dibuat, Surat itu sudah diteken sehingga <br /> cairlah kekayaan ummat manusia sejagat raya ini. Padahal di dalamnya, <br /> sebagian besar berasal dari harta nenek moyang bangsa Indonesia yang <br /> dulu sering diributkan oleh banyak kalangan dengan icon “Dana Amanah”. <br /> Berapa jumlah dana abadi ummat manusia itu, menurut hitungan manusia, <br /> hampir tidak ada kalkulator yang dapat menghitungnya. Sementara itu, <br /> kalangan tetua dan generasi berikutnya, menurut survei yang saya lakukan<br /> masih berkutat soal mencari sponsor untuk mencairkannya. Bahkan <br /> kelompok Soros pun sempat menghabiskan separo dari harta kekayaannya <br /> untuk membiayai mencairkan Dana Abadi Ummat Manusia itu.<br /><br /> <br /><br /> Berdasarkan<br /> hasil investigasi saya sejak tahun 1988, saya berkesimpulan bahwa Dana <br /> Amanah itu memang ada yang tersimpan di FED yang kemudian menjadi aset <br /> dunia. Bahkan petinggi FED ditengarai banyak yang bisa berbahasa <br /> Indonesia, utamanya pegawai atau staf senior. Semuanya itu bermula dari <br /> kisah kerakusan para raja-raja yang ada di nusantara dulu pada era <br /> penjajahan Belanda. Para raja-raja menurut literatur yang saya peroleh, <br /> lebih senang menyimpan batangan emasnya pada De Javasche Bank (DJB), <br /> bank sentral pemerintah kolonial Belanda di Jakarta yang kemudian <br /> menjadi Bank Indonesia sekarang. Tetapi banyak juga memang kekayaan <br /> harta nenek moyang itu dirampas oleh VOC secara paksa. Nah, harta-harta <br /> inilah kemudian diangkut ke negeri Ratu Yuliana (ketika itu). Tetapi, <br /> masih menurut literatur yang saya dapat, setelah Belanda kalah perang <br /> dengan Jerman, maka Nazi membawa kekayaan itu ke negaranya. Nah, pada <br /> Perang Dunia II, Jerman kalah perang dengan Amerika, ya harta itu pun <br /> diangkut ke Amerika yang kemudian dijadikan modal untuk mendirikan The <br /> FED. Inilah yang kemudian mengapa sebagian besar para tetua kita <br /> mengklaim bahwa Indonesia punya saham di FED, namun tidak pernah diakui <br /> keberadaannya. Mendengar kabar buruk tersebutlah kemudian mendorong Bung<br /> Karno selaku Presiden RI untuk melakukan perundingan dengan petinggi <br /> Amerika dan Eropa. Alhasil, Bung Karno berhasil mendapatkan pengakuan <br /> bahwa harta itu memang berasal dari bangsa Indonesia, tetapi mengabaikan<br /> kewajiban bagi negara itu untuk mengembalikannya. Sebab, bagi mereka <br /> itu merupakan harta pampasan perang. Nah, hasil kesepakatan itu dinamai <br /> “Hilton Agreement” yang terjadi pada tahun 1961.<br /><br /> <br /><br /> Belum<br /> puas akan hal tersebut, kemudian Bung Karno membuat sebuah ikatan <br /> sejarah antar bangsa. Caranya, Bung Karno memanfaatkan celah bahwa yang <br /> harus ikut teken kontrak dalam traktat internasional tersebut adalah <br /> utusan kerajaan di Indonesia sesuai dengan asal muasal harta pusaka itu.<br /> Berdasarkan hasil kesepakatan raja-raja di dunia, dari Indonesia <br /> kemudian dipercayakan kepada raja di Kraton Solo. Raja ini dianggap baik<br /> dan bijak, tetapi mempunyai kelemahan senang dengan kaum pria. Salah <br /> satu pujaannya adalah Bung Karno sendiri. Kendati Bung Karno bukan type <br /> itu, tetapi Raja Kraton Solo ketika itu mempercayakan kepada Bung Karno <br /> untuk menjadi mandat dalam pengelolaan harta bangsa itu. Hal ini juga <br /> sesuai dengan kesepakatan raja-raja nusantara yang dihimpun Bung Karno. <br /> Maka tercatatlah nama Bung Karno sebagai salah seorang nama yang berhak <br /> mencairkan dana HERITAGE FOUNDATION yang tentunya bersama pembesar dunia<br /> lainnya. Namun, jika Bung Karno tidak bersedia mencairkannya, maka hal <br /> itu tidak bisa terjadi. Sebelum Bung Karno meninggal, ia belum sempat <br /> memberikan mandat kepada siapun untuk mencairkan Dana Abadi Ummat <br /> Manusia itu, sebab hal itu mesti atas persetujuan Yang Mulia Sri Puas di<br /> Vatikan. Tetapi Bung Karno sempat memberikan isyarat kepada lembaga <br /> otoritas keuangan dunia, bahwa kalau dirinya meninggal, maka ada <br /> ciri-ciri dan tanda khusus orang dia percayakan untuk kelangsungan <br /> pencairan dana abadi itu. Karena hukum dunia mengamanatkan, harta amanat<br /> tersebut berlaku selama 400 tahun dan tidak bisa diganggu gugat oleh <br /> siapapun, termasuk oleh Amerika sendiri. Bahkan kantor pajak pun tidak <br /> bisa menjamah special account di FED tersebut.<br /><br /> <br /><br /> Namun<br /> krisis dunia terus mendera akibat kegagalan manajemen <br /> perusahaan-perusahaan besar dunia. Tahun 1988, Dana Abadi Ummat ini <br /> sempat digagas untuk dicairkan, salah satu tokoh yang berada di <br /> belakangnya adalah George Soros. Tak sedikit hartanya habis untuk <br /> membiayai proyek ini. Tetapi Vatikan enggan untuk memberikan restu, <br /> sehingga dana itu aman untuk sementara waktu. Namun krisis berikut tahun<br /> 2008 di AS dan dunia dinilai sebagai krisis terburuk sejak manusia <br /> modern ada. Teori keniscayaan berlaku di sini, sehingga Vatikan terdesak<br /> untuk menyelelamatkan ummat manusia dari kehancuran. Sebab, menurut <br /> sebuah sumber yang saya terima, jika Sri Paus tidak bersedia merestui <br /> pencairan dana tersebut, ada pihak atau negara tertentu akan mengancam <br /> perang. Agaknya, tidak ada pilihan bagi Vatikan untuk merestui ini walau<br /> sebenarnya Dana Abadi Ummat Manusia ini akan dicairkan pada tahun 2011 <br /> nanti.<br /><br /> <br /><br /> Yang<br /> unik dari dana ini adalah, ada hukum yang mengatur bahwa rekening <br /> khusus milik HERITAGE FOUNDATION ini tidak bisa diganggu oleh lembaga <br /> keuangan dunia manapun kecuali melalui kesepakatan bersama, termasuk <br /> Bung Karno atau orang yang dipercaya Bung Karno yang pernah saya temui <br /> di luar negeri. Mereka terpaksa harus menjawab pertanyaan-pertanyaan <br /> saya sebagai jurnalis karena saya selalu mengemukakan fakta. <br /> Persoalannya kemudian, apakah pihak Indonesia diajak bicara untuk <br /> mencairkan dana ini. Beberapa orang dekat dengan Presiden SBY yang <br /> pernah saya cek, sedikit agak paham dengan dana ini, tetapi SBY dan para<br /> petinggi republik ini tidak percaya adanya dana semacam itu. Bahkan <br /> Menkeu Sri Mulyana ketika saya hubungi via email dua tahun silam <br /> mengatakan, ini sebagai upaya pembodohan pejabat Indonesia.<br /><br /> <br /><br /> Investigasi<br /> saya ini membutuhkan waktu dan biaya yang mahal. Sedikitnya sponsor <br /> saya menghabiskan Rp 5 milyar dalam kurun waktu tiga tahun. Sebagai uji <br /> coba terhadap keberadaan keuangan HERITAGE FOUNDATION, saya beserta <br /> teman-teman mendirikan lembaga International Fund for Indonesia <br /> Development (IFID) di Hong Kong. Hanya saya yang dari Indonesia dalam <br /> badan ini, lainnya berasal dari Hong Kong sendiri, Tiongkok, Australia, <br /> Belanda, Korea Selatan, Jepang dan seorang konsultan keuangan dari <br /> Selandia Baru. Oleh sponsor kami diberi kantor mewah di International <br /> Finance Center (IFC) Hong Kong, persis di appartemen mewah Four Seasons,<br /> satu gedung dengan HKMA (Hong Kong Monitory Authority), bank sentral <br /> Hong Kong.<br /><br /> <br /><br /> Caranya,<br /> kami melakukan transaksi bisnis dengan melayangkan surat-surat berharga<br /> dari Indonesia ketika itu nilainya, aduh mak malu menyebutnya, tetapi <br /> itu nyata. Tidak ada dukumen yang kami layangkan kurang dari USD 1 <br /> milyar terbitan tahun 1960-an. Baik dokumen dari UBS Switzerland, HSBC <br /> sendiri dan lainnya. Hasilnya mencenangkan. Bahwa dokumen-dokumen <br /> tersebut tidak bisa dicairkan, tetapi bisa tradingkan melalui high yield<br /> program yang kemudian banyak bertebaran sejagat raya. Ini merupakan <br /> cara bank sentral AS dan bank-bank papan atas dunia untuk mengakali agar<br /> Dana Badi Ummat Manusia itu bisa dicairkan. Karena itulah kemudian bagi<br /> yang pernah menjalani program ini, programnya berjalan tetapi uangnya <br /> tidak bisa diambil. Kenapa? Karena otoritas keuangan dunia hanya diberi <br /> kewenangan oleh HERITAGE FOUNDATION untuk menggunakan dana-dana tersebut<br /> bagi kepentingan kemunusiaan. Atas dasar ini pulalah ketika terjadi <br /> bencana Tsunami Aceh tokoh-tokoh dunia beterbangan memberikan bantuan ke<br /> Aceh dengan dalih bantuan kemanusiaan. Padahal event itu menjadi <br /> fasilitas tercanggih bagi mereka untuk mencairkan rolling program yang <br /> dilakukan oleh ban-bank papan atas dunia. Tak ada yang gratis di dunia <br /> ini.<br /><br /> <br /><br /> Walaupun<br /> melalui IFID saya di HK tidak berhasil menarik uang tersebut, tetapi <br /> hasil investigasi saya mengungkap bahwa dana Abadi Ummat Manusia itu <br /> ada, dan dokumen dari Indonesia diakui keberadaannya, hanya saja belum <br /> ada satu yang berhasil mencairkannya kecuali Dana Revolusi. Bukan Dana <br /> Amanah. Dana revolusi adalah dana yang dikumpulkan oleh Bung Karno <br /> bersama pejabatnya waktu itu, diantaranya ada Soebandrio yang <br /> dipenjarakan Pak Harto untuk sekian lama. Dana Revolusi pun sebenarnya <br /> lebih banyak dari yang pernah disampaikan oleh tim pembentukan Pak <br /> Harto. Karena sebuah sumber mengatakan, rezim Soeharto sempat mencairkan<br /> dana tersebut dalam jumlah besar. Sebaran informasi yang dilakukan oleh<br /> kawan-kawan saya di HK dengan program Welcome Back Home menghimpun <br /> sedikitnya USD 40 milyar orang Indonesia yang punya uang di luar negeri.<br /> Mereka bersedia membawa pulang uangnya asalkan tidak dipotong <br /> sedikitpun biaya adminsitrasi bank. Untuk kondisi di Indonesia, hal itu <br /> tidak mungkin. Karena kita belum memliki undang-undang offshore banking <br /> dan offshore financing.<br /><br /> <br /><br /> Sekarang,<br /> persoalannya, apakah Indonesia akan dibagi dari pencairan Dana Abadi <br /> Ummat Manusia itu? Hampir pasti, Indonesia hanya akan menerima berupa <br /> bantuan-bantuan saja, bukan pembagian seperti yang dikehendaki oleh Bung<br /> Karno. Bantuan tersebut bisa melalui Bank Dunia, IMF atau otoritas <br /> keuangan internasional lainnya. Untuk membuktikan bahwa dana abadi sudah<br /> cair, kita dengar saja. Apakah akan ada suntikan dana segar bagi AS, <br /> Eropa dan dunia dalam waktu dekat ini. Jika itu tidak terdengar ada 2 <br /> kemungkinan. Kemungkinan pertama, memang dirahasiakan yang berarti dana <br /> tersebut hanya akan dinikmati kelompok tertentu berbungkus negara <br /> (karena yang bisa mencairkan hanya kumpulan negara-negara). Kemungkinan <br /> kedua, memang Vatikan belum memberikan restu. Kalau belum, berarti <br /> bangsa Indonesia masih ada harapan. Ayo berjuang untuk negeri dan bangsa<br /> ini wahai anak muda. Salam saya, Safari ANS (safari_ans@yahoo.com).<br /><br /> Catatan khusus tentang tulisan ini; <i></i><br /><br /> <i>Sebagai jurnalis, saya mempunyai instinct tidak terlalu <br /> jelak. Ketika saya masih bekerja sebagai wartawan di Majalah Warta <br /> Ekonomi tahun 1988, saya mencium ada gelagat yang tidak jujur ketika <br /> sederet pejabat Orde Baru mengumumkan hasil jelajah mereka dalam memburu<br /> harta nenek moyang bangsa Indonesia yang telah terampas secara <br /> sistematis oleh penjajahan Belanda dan Jepang. Kenapa? Ada yang tidak <br /> masuk akal saya ketika itu, dimana jumlah yang diungkap oleh mereka <br /> sangat sedikit. Saya berpikir mana mungkin, Bung Karno dan para <br /> menterinya mengurusi uang sekecil yang diungkap tim bentukan Soeharto <br /> tersebut.</i><i> Kala itu, saya pun mengusulkan agar <br /> pemburuan harta bangsa Indonesia ini menjadi liputan utama majalah Warta<br /> Ekonomi. Walaupun saya harus berhadapan dengan tantangan rasionalitas <br /> pemberitaan, tetapi kemudian ide ini berkembang dan memicu saya untuk <br /> terus melakukan investigasi.</i>

MENGUNGKAP DANA HERITAGE FOUNDATION

DIMANA POSISI INDONESIA?   BENARKAH HARTA AMANAH BANGSA INDONESIA JUGA ADA DI HERITAGE FOUNDATION?      * Sebuah investigasi jurnalistik ...

Baca selengkapnya »

Gunung Padang Jadi Perhatian Peneliti Dunia - JakartaGreater

<span class="post-format-icon"></span> <br /><br /> <div class="entry-container fix"><div class="entry fix"><h3 style="text-align: center;">Sejumlah negara sudah menyatakan niatnya meneliti Gunung Padang</h3><div id="vivanews"><div id="wrap-skin"><div id="page-vivanews"><div id="content"><div id="content-left-details"><div class="title-content-details"><hr /></div><div class="content-images-details"><div style="text-align: center;"><img alt="Situs megalitikum Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat" class="aligncenter" height="368" id="att_fotoimg" src="http://cdn-media.viva.co.id/thumbs2/2011/03/30/107955_situs-megalitikum-gunung-padang--cianjur--jawa-barat_663_382.jpg" title="Situs megalitikum Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat" width="640" /></div><div style="text-align: center;"><b><span id="att_fotocaption">Situs megalitikum Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat (Antara/ Agus Bebeng)</span> </b></div></div><div class="content-details"><b class="ads-vertical-banner">VIVAnews</b> – Wakil <br /> Gubernur Jawa BaratDeddy Mizwar menyatakan keberadaan situs Gunung <br /> Padang di Kabupaten Cianjur telah menarik perhatian peneliti dunia untuk<br /> mengungkap misteri di baliknya.<br /><br /> <div class="isiberita" style="font-size: 14px; line-height: 21px; text-align: justify;">Menurut Deddy, hal itu terungkap setelah dia bertemu dengan salah satu lembaga<i> carbon dating</i><br /> (penanggalan unsur karbon) yang bermarkas di Miami, Amerika <br /> Serikat.”Saat mengumumkannya secara online situs mereka, sudah cukup <br /> menggemparkan dunia. Buat para peneliti dunia, situs Gunung Padang <br /> merupakan sesuatu yang cukup menggiurkan dan menarik minat mereka untuk <br /> melakukan penelitian,” ucap Deddy.Selain lembaga <i>carbon dating </i>asal<br /> Negeri Paman Sam, Deddy juga menyatakan sejumlah negara sudah <br /> menyatakan ketertarikan untuk datang dan mengupas misteri sejarah yang <br /> berada di Gunung Padang. Salah satunya yang sudah menyampaikan langsung <br /> adalah Bosnia-Herzegovina.<br /><br /> “Sudah banyak peneliti yang datang dan menyampaikan langsung kepada <br /> kami. Salah satunya dari Bosnia, bahkan mereka menyatakan sudah <br /> membentuk tim untuk melakukan penelitian,” terang Deddy.<br /><br /> Meski para peneliti dunia sudah mulai berdatangan, namun Deddy <br /> menyatakan Pemprov Jabar belum bisa memberikan akses dan izin kepada <br /> mereka untuk menggelar penelitian.<br /><br /> “Memang banyak yang tertarik, tapi sejauh ini tidak kami izinkan untuk melakukan penelitian,” tegasnya.<br /><br /> Deddy menambahkan, Pemprov Jabar sendiri sudah menyusun rencana <br /> strategis, terutama untuk pengembangan potensi di sektor kepariwisataan <br /> dengan adanya Gunung Padang ini. “Untuk saat ini, kami baru kucurkan Rp3<br /> miliar untuk menjadikan situs Gunung Padang sebagai kawasan wisata <br /> unggulan,” paparnya.<br /><br /> Sebenarnya, kata dia, Pemprov Jabar ingin kucurkan Rp15 miliar. <br /> Namun, dana ini terbentur payung hukum. Meski demikian, dia menjamin <br /> bahwa pemprov akan terus mendukung pengembangan Gunung Padang tersebut.</div></div></div></div></div></div></div></div></div>

Gunung Padang Jadi Perhatian Peneliti Dunia - JakartaGreater

Sejumlah negara sudah menyatakan niatnya meneliti Gunung Padang Situs megalitikum Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat (Antara/ Agus Bebeng...

Baca selengkapnya »