Kasus salah tashrif Ustad Pengusur lembaga Fatwa bukan hal sederhana. Kesalahannya dikoreksi tapi koreksiannya juga salah. Sekali lagi, ini bukan hal sederhana. Ini persoalan kualitas kepengurusan Majelis Ulama sebagai lembaga keagamaan yang konon menaungi umat Islam se-Negara.
"Ah, itu masalah kecil", "itu salah redaksional saja", "masalah teks kecil jangan dibesar-besarkan". Ooo tidak sesederhana itu, Ferguso.
Kesalahan dalam mentashrif -di mana shorof adalah ilmu dalam bahasa arab yang menjelaskan perubahan bentuk kata dan makna- sangat berpengaruh pada penafsiran teks suci Qur'an-Hadits, sumber utama ajaran Islam, dan tentu seluruh rancang bangun ajaran Islam. Itu ilmu alat yang sangat mendasar, dipelajari sejak ibtida'iyah atau tsanawiyah.
Bagaimana mungkin ulama yang duduk dalam Majelis Ulama dengan jabatan yang tidak main-main bisa tidak mengerti ilmu dasar itu?
Sebetulnya tidak apa tidak bisa bahasa arab masuk Lembaga tersebut. Tapi andai tidak tahu, ya tidak perlu membicarakan hal yang tidak ia kuasai tersebut. Misalnya ahli kimia tapi memang tidak tahu bahasa arab, sebetulnya nggak papa masuk Lembaga itu tapi ya bagian pemeriksaan kehalalan suatu zat, bukan jadi bagian fatwa atau wasekjen dan tak perlu kemana-mana mendaku sebagai ulama dengan titel KH di depan namanya.
Ini bukan dumeh pernah belajar Bahasa Arab. Bukan pula urusan politik. Ini persoalan penyerahan persoalan/nasib umat Islam ke tangan Lembaga Fatwa, yang ternyata di dalamnya ada orang-orang under-qualified.
Sepertinya ini saatnya melakukan restrukturisasi kepengurusan Lembaga Fatwa tersebut, atau malah langkah awal pengembalian mandat lembaga itu ke tangan ormas-ormas Islam seperti NU.
0 komentar:
Posting Komentar